Pasar Baru 2001  

Posted by WebMaster

"Passer Baroe" 1955  

Posted by WebMaster in

Dan sebagai pusat perbelanjaan tertua di Ibu Kota Jakarta. Pasar Baru memiliki agenda tahunan – saban ulang tahun Jakarta, 22 Juni – Pasar Baru ikut nimbrung dalam sebuah kemasan yang dinamakan "Festival Passer Baroe". Sayangnya, "Passer Baroe" — begitu dulu dinamakan orang, kini dikenal sebagai Pasar Baru — perlahan-lahan mulai tampak kalah pamor menyusul menjamurnya pusat perbelanjaan modern seperti mal dan plaza yang menampung kerakusan belanja warga Jakarta.

Sadar bahwa Pasar Baru kini mulai ditinggalkan orang, lantas dikeluarkan wacana untuk menjadikan kawasan belanja yang dikenal tahun 1070-an itu menjadi tempat untuk kongkow-kongkow seperti Cilandak Town Square (Citos) di bilangan selatan Jakarta. Hah?!

"Passer Baroe" 1949  

Posted by WebMaster in

"Passer Baroe" 1935  

Posted by WebMaster in

"Passer Baroe" 1920  

Posted by WebMaster in

"Passer Baroe" 1915  

Posted by WebMaster in

"Passer Baroe" 1910  

Posted by WebMaster

Tradisi pesta Peh Cun digelar tanggal 5 bulan 5 penanggalan Cina, para pedagang di pasar itu sejenak melupakan bisnisnya dan beramai-ramai berkumpul di sepanjang Ciliwung untuk menyaksikan penyelenggaraan Peh Cun. Puluhan perahu yang dihias di antaranya ada yang dihias dengan topeng kepala naga berlaga di Kali "Passer Baroe" itu. Semua orang tumpah ruah di sana (tak cuma etnis Cina) tapi juga penduduk di sekitar kali itu. Sorak-sorai bergema di sana apalagi begitu perahu-perahu itu berlomba untuk mendapatkan batang bambu berdaun yang diikat dengan sapu tangan. Dan juga ditaruh sebungkus kecil candu seharga 32 sen. Etnis Cina memang sudah sejak lama dikenal gemar candu. Makanya, tak heran jika di Kota Batavia dulu, pemerintah Kompeni Belanda mematok pajak candu bagi rumah-rumah candu.

"Passer Baroe" 1901  

Posted by WebMaster in

Lomba Perahu

Sungai Ciliwung yang melintas di "Passer Baroe" sering digunakan untuk lomba perahu. Orang menyebutnya Kali Passer Baroe waktu itu. Nah, di masa Kota Batavia dulu di tempat yang sama juga digelar lomba perahu untuk memperebutkan batang bambu berdaun yang diikat dengan sapu tangan, cita dan bahkan sebungkus kecil candu seharga 32 sen.

Lomba perahu di Ciliwung dilakukan dalam rangka pesta Peh Cun, sebuah perayaan etnis Cina di Kota Batavia. Semasa Batavia dulu memang daerah itu dikenal pula sebagai pusat perdagangan atau pasar. Di sana banyak bermukim orang-orang Cina yang tidak betah menetap di daerah Pecinan Glodok. Sebagian dari mereka memilih membuka toko di "Passer Baroe".

"Passer Baroe" 1900  

Posted by WebMaster in

Uniknya, memesan sepatu dari Sapie Ie, si pemesan bisa menunggu. Sambil menunggu sepatu pesanannya selesai, Justus van Maurik jalan-jalan dulu mengitari daerah Rijswijk (kini Jalan Veteran). Lama memang, tapi yang penting bagi Justus bisa ikut pesta dansa. Dalam hitungan jam akhirnya sepatu hak pesanan itu selesai. Sayangnya, ketika dicoba ternyata agak sempit. Tapi kereta jemputan untuk mengikuti pesta sudah di depan mata, maka dengan jalan agak kesakitan Justus van Maurik melupakan rasa sakit kakinya itu.

"Passer Baroe" 1898  

Posted by WebMaster in

Dalam buku bertajuk "Indrukken van een Totok, Indische type en schetsen", secara gamblang dijelaskan peran tukang sepatu Sapie Ie di daerah "Passer Baroe". Justus van Maurik, sang penulis buku tersebut, menceritakan bagaimana ia terpaksa harus berhubungan dengan Sapie Ie hanya karena harus mengenakan sepatu hak tinggi untuk memenuhi undangan sebuah pesta dansa di Gedung Harmonie. "Saya kaget ketika menerima surat undangan untuk menghadiri pesta dansa dari Gubernur Jenderal van der Wijck," tulis Justus van Maurik dalam bukunya itu. Dalam undangan yang disampaikan langsung Gubernur Jenderal van der Wijck tersebut disebutkan bahwa pesta dansa dilakukan pada Minggu, 2 Agustus tepat pukul 21.00 malam. Justus pun bersiap diri.

Ia mulai menyiapkan pakaian yang terbaiknya hanya untuk menghormati surat undangan Gubernur Jenderal van der Wijck. Celana panjang, rompi dan jas warna hitam telah disiapkan. Namun sayangnya, sepatu yang dimilikinya ternyata tidak pas untuk sebuah pesta dansa, apalagi yang digelar Gubernur Jenderal van der Wijck. Oleh teman-temannya ia disindir habis karena sepatu bututnya itu. "Masa kamu mau hadiri pesta dansa pakai sepatu butut itu?" sindir rekan-rekan Justus.

Atas desakan salah seorang temannya yang sudah lebih dulu menetap di Kota Batavia, Justus disarankan untuk memesan sepatu lak ke tukang sepatu Sapie Ie di "Passer Baroe". Dengan ramah Sapie Ie menerima pesanan sepatu lak Justus. Karena kakinya agak besar maka Sapie Ie meminta tambahan ongkos sebesar 50 sen.

Mengintip Kejayaan "Passer Baroe" di Masa Lampau  

Posted by WebMaster in


Kejayaan "Passer Baroe" sudah diketahui di masa Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) dulu. Daerah "Passer Baroe" dulu tidak hanya dikenal sebagai daerah elite karena berada tidak jauh dari kawasan Rijswijk (Jalan Veteran) yang dibangun pemerintah Kompeni Belanda untuk orang-orang kaya di Batavia. Ya, sekarang ini mirip kawasan Menteng atau Pondok Indah.

A Few Reflections Richard Critchfield  

Posted by WebMaster in



Richard Critchfield

1. Nobel Prize for Dr. Borlaug
2. Djakarta: The First "Closed City"

October 30, 1970
A few days ago I received a cable from the Washington Star asking me to write a story on this year’s award of the Nobel Peace Prize to Dr. Norman E. Borlaug, an associate director of the Rockefeller Foundation and the distinguished plant geneticist who did much of the pioneering research that made Asia’s present "green revolution" of new seeds and fertilizer possible. "What’s it all about?" the cable ended.

"Passer Baroe" di Jakarta Tempo Doeloe  

Posted by WebMaster in

Kejayaan "Passer Baroe" sudah diketahui di masa Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) dulu. Daerah "Passer Baroe" dulu tidak hanya dikenal sebagai daerah elite karena berada tidak jauh dari kawasan Rijswijk (Jalan Veteran) yang dibangun pemerintah Kompeni Belanda untuk orang-orang kaya di Batavia. Ya, sekarang ini mirip kawasan Menteng atau Pondok Indah.

Kota tua akan jadi Hollywood Indonesia  

Posted by WebMaster in


Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana merancang dan merevitalisasi Kota Tua menjadi Kota Seni, khususnya bidang sinematografi atau sebagai pusat pembuatan film-film Indonesia yang saat ini mulai banyak digemari masyarakat.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Arie Budhiman mengatakan, Kota Tua sudah saatnya ditingkatkan fungsi dan peranannya, karena selama ini hanya digunakan sebagai tempat wisata maupun kegiatan olahraga atau kegiatan lainnya.